detik1.co.id // Bulan Rabiul Awal dianggap sebagai bulan yang mulia dikarenakan sosok Sang Pencerah, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam lahir ke dunia, tepatnya di kota Mekkah Al-Mukarramah pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 571 masehi. Kelahiran baginda Rasul di bulan ini sangatlah menarik, sebab lahirnya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam adalah sebuah isyarat bahwa akan ada sosok penyubur di tengah gersangnya peradaban masyarakat jahiliyyah saat itu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam juga wafat pada hari, tanggal, dan bulan yang sama. Tidak ada manusia yang lahir dan wafatnya bersamaan seperti Rasulullah, maka dari itulah Maulid Nabi diperingati. Meskipun hari lahir dan wafatnya bersamaan, namun pada 12 Rabiul Awal, umat Islam tetap merayakan hari kelahiran Nabi, bukan memperingati wafatnya. Hal ini dikarenakan kelahiran Rasulullah merupakan anugerah dari Allah yang patut disyukuri oleh umat manusia, dan kepergiannya patut ditangisi.
Adapun terkait awal mula perayaan maulid Nabi Muhammad para ulama berselisih pendapat, Syekh Hasan as-Sandubi, sejarawan Islam asal Mesir, dalam kitabnya mengatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid nabi adalah Dinasti Fatimiyah. Salah satu dinasti yang diprakarsai oleh Ubaid al-Mahdi. Dalam kitabnya disebutkan:
لَقَدْ دَلَّنِي البَحْثُ عَلَى أَنَّ الْفَاطِمِيِّيْنَ هُمْ أَوَّلُ مَنْ اِبْتَدَعَ فِكْرَةَ الْاِحْتِفَالِ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِي
Artinya, “Sungguh telah menjadi penunjuk kepadaku, pembahasan (di atas), bahwa sungguh Dinasti Bani Fatimiyah merupakan kelompok pertama yang merealisasikan gagasan perayaan untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad.” (Hasan as-Sundawi, Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi, [Matba’ah al-Istiqamah, cetakan pertama: 1980], halaman 60-65).
Namun demikian, perayaan-perayaan pada masa Dinasti Fatimiyah tidak hanya fokus pada perayaan maulid Nabi saja, lebih dari itu mereka juga merayakan perayaan musiman lainnya, seperti perayaan hari kelahiran Sayyidina Ali, maulid Sayyidah Fatimah, maulid Sayyidina Hasan dan Husain, dan beberapa perayaan maulid lainnya. Seiring berjalannya waktu, perayaan ini terus berlanjut dan semakin meriah. Hanya saja, setelah runtuhnya Dinasti Fatimiyah, raja-raja dan ulama-ulama dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah (sunni) merubah beberapa praktik yang tidak sesuai dengan syariat Islam, dan tetap mempertahankan perayaan maulid. Dan, ulama kalangan sunni hanya memperingati satu maulid saja, yaitu maulid Nabi Muhammad.
Berbeda dengan pendapat diatas, Imam Suyuthi dalam kitabnya mengatakan:
وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ اِرْبِل الَملِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي بِنْ زَيِنِ الدِّيْنِ عَلِي اِبْنِ بَكْتَكينْ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ، وَهُوَ الَّذِي عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِي بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ
Artinya, “Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Mudhaffari di kaki gunung Qasiyun.” (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut, Darul Fikr: 2004], juz I, halaman 182).
Senada dengan pendapat Imam as-Suyuthi di atas, Syekh Muhammad bin Ali asy-Syaukani (wafat 1250 H) dalam salah satu kitabnya mengatakan, bahwa orang pertama kali yang mengadakan seremonial maulid nabi adalah raja Mudhaffar
وَأَجْمَعُوْا أَنَّ الْمُخْتَرِعَ لَهُ السُّلْطَانُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي
Artinya, “Para ulama telah sepakat bahwa yang mengadakan seremonial maulid pertama kali adalah Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi.” (Imam asy-Syaukani, al-Fathur Rabbani min Fatawa Imam asy-Syaukani, [Yaman, Maktabah Jailul Jadid], juz I, halaman 1087).
Berbeda dengan dua pendapat di atas, Syekh Bukhit Muhammad Bukhit al-Muthi’i dalam kitabnya mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan maulid nabi pertama kali adalah Sultan Nuruddin. Salah satu pimpinan Islam setelah runtuhnya Dinasti Fatimiyah. Ia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad tepat setiap tanggal 12 Rabiul Awal. (Syekh al-Muthi’i, Irsyadu Ahlil Millah ila Itsbati Ahlillah, [Mesir, Darul Mishriyah: 2005], halaman 40).
Alhasil para ulama berbeda pendapat terkait awal mula perayaan maulid Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam, namun yang jelas saat ini perayaan maulid Nabi Muhammad menjadi suatu hal yang sangat masyhur dikalangan umat islam yang dirayakan setiap bulan rabiul awal, wallahu a’lam.
Penulis : Umar
Editor : Redaksi