Jalan Ra’as: Antara Sanksi Pidana UU LLAJ dan Kelalaian Pemkab Sumenep

Ket. Foto Jalan Rusak di Depan PLTD Raas

Sumenep, detik1.co.id // Masalah jalan rusak di Pulau Ra’as, Kabupaten Sumenep, bukan sekadar persoalan teknis infrastruktur. Sebagai wilayah kepulauan dengan keterbatasan akses transportasi dari dan menuju pulau utama, kualitas jalan di Ra’as merupakan urat nadi bagi perekonomian, pendidikan, dan kesehatan warga. Jika kerusakan jalan dibiarkan bertahun-tahun, hal ini bukan lagi sebatas kelalaian, melainkan pelanggaran atas kewajiban hukum negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan telah membagi status jalan berdasarkan kewenangan: mulai dari jalan nasional, jalan provinsi, hingga jalan kabupaten dan jalan desa/kecamatan. Dalam konteks Ra’as, sebagian besar jalan berstatus jalan kabupaten atau kecamatan. Artinya, tanggung jawab penuh atas pemeliharaan dan perbaikan berada di pundak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep.

Lebih jauh, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan setiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Hak ini, secara implisit, mencakup akses terhadap infrastruktur jalan yang aman dan memadai.

Berdasarkan pantauan beberapa pekan terakhir, lebih dari 50 persen ruas jalan di Kecamatan Ra’as mengalami kerusakan, mulai dari retak, berlubang, hingga bergelombang. Kerusakan diperparah dengan kondisi struktur tanah yang terus bergerak.

Pasal 24 UU No. 38 Tahun 2004 mewajibkan pemerintah untuk segera melakukan perbaikan, bahkan minimal memasang tanda peringatan guna mencegah kecelakaan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan lambannya perbaikan. Pertanyaan pun muncul: apakah anggaran tidak tersedia, atau justru terjebak dalam kerumitan birokrasi?

Umumnya, anggaran infrastruktur jalan telah tercantum dalam APBD Kabupaten Sumenep melalui pos Belanja Langsung, Dana Alokasi Khusus (DAK), atau bahkan Dana Desa jika relevan. Kendati demikian, perbaikan sering tersendat akibat prosedur birokrasi, seperti proses tender dan lelang yang memakan waktu lama.

Baca Juga:
Kunjungan Kerja, Dandim 0826 Pamekasan Silaturahmi Ke Koramil Jajaran

Lebih serius lagi, publik berhak mempertanyakan: apakah anggaran yang sudah dialokasikan benar-benar digunakan untuk Ra’as? Ataukah malah dialihkan (refocusing) ke pos lain tanpa alasan mendesak?

Jika benar terjadi pengalihan dana, hal tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap keselamatan warga. Pasal 273 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) jelas mengatur adanya sanksi pidana bagi penyelenggara jalan yang lalai hingga menyebabkan kecelakaan.

Kelambanan Pemkab Sumenep dalam menangani jalan rusak di Ra’as mencerminkan ketidakadilan pembangunan antara wilayah daratan dan kepulauan. Seolah-olah, nyawa dan kesejahteraan warga di pulau terpencil dianggap memiliki nilai lebih rendah dibandingkan warga di daratan utama.

Maka, Pemkab Sumenep wajib bersikap transparan dan akuntabel. Publik harus tahu di tahap mana proyek perbaikan jalan Ra’as terhenti: apakah masih dalam perencanaan, tersendat pengadaan barang dan jasa, atau sudah dialihkan ke pos anggaran lain?

Prioritas utama negara adalah keselamatan rakyat. Karena itu, alasan birokrasi tidak boleh lagi dijadikan tameng. Pemkab Sumenep harus segera merealisasikan perbaikan jalan dengan sistem betonisasi yang tahan terhadap kondisi tanah bergerak, bukan sekadar tambal sulam aspal instan.

Kegagalan bertindak segera bukan hanya pengabaian kewajiban hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap hak hidup layak dan keadilan sosial sebagaimana dijamin konstitusi.

Opini oleh: Nurifan Hairi., S.H.

error: