Sumenep, detik1.co.id // Perseteruan antara dua pengacara asal Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yakni Sulaisi dan Supyadi, kembali menjadi sorotan publik. Keduanya kerap terlibat perdebatan sengit, baik di ruang sidang maupun di media sosial. Bahkan, saling sindir dan klaim kemenangan perkara kerap terlontar melalui akun TikTok pribadi masing-masing.
Berdasarkan pantauan media ini, rekam jejak kedua pengacara mulai menjadi perbincangan warganet. Menariknya, dari sejumlah perkara yang terpantau dan terdokumentasi, Sulaisi disebut-sebut belum pernah memenangkan perkara saat berhadapan langsung dengan Supyadi di pengadilan.
Saat dimintai tanggapan terkait laporan yang diajukan Sulaisi terhadap dirinya, Ach. Supyadi, S.H., M.H., menanggapi dengan santai.
“Saya tidak terlalu memikirkan laporan itu. Anggap saja dia sedang cari panggung,” ujar pengacara asal Kepulauan Raas tersebut.
Lebih lanjut Alumni Pondok Pesantren Syalafiah Syafi’iyah Sukorejo ini juga menegaskan bahwa pernyataannya di akun TikTok “Manusia Bumi” yang menyebut Sulaisi tidak pernah menang melawannya, adalah berdasarkan fakta, bukan fitnah.
“Saya selalu menang melawan dia. Salah satu contohnya di PTUN Surabaya dengan Nomor Perkara 75/G/2020/PTUN.SBY, dan di Pengadilan Negeri Pamekasan dalam kasus Nenek Babriyah. Dan juga masih ada kasus-kasus lain, saya sebagai kuasa hukum nya pihak yang menang dan Sulaisi sebagai kuasa hukumnya pihak yang kalah. Jadi, di mana letak fitnahnya?” pungkas Supyadi sambil tersenyum. Sabtu 12 Juli 2025.
Sementara itu, Sulaisi saat dikonfirmasi awak media DetikOne melalui WhatsApp menyampaikan bahwa dirinya tidak melihat nilai keilmuan dalam diri Supyadi. Ia menilai rekan seprofesinya itu hanya menunjukkan sikap arogan dan haus pengakuan publik.
“Mungkin dia merasa reputasinya sedang rusak, jadi perlu pengakuan agar dianggap lebih hebat. Padahal, dia itu banyak dilaporkan orang ke polisi, termasuk oleh kliennya sendiri—bukan saya,” terang Sulaisi. Jumat 11 Juli 2025.
Ia melanjutkan dengan pernyataan filosofis, “Supyadi itu lupa bahwa cerlang gemintang tak pernah iri pada sinar matahari. Mereka tak berebut untuk diakui lebih terang, karena publik bisa menilai secara proporsional antara bintang dan matahari.”
Menurut Sulaisi, dirinya lebih memilih menjaga integritas profesi daripada membuat pernyataan-pernyataan yang menyesatkan. Ia bahkan mengaku pernah memberikan uang sebesar Rp. 5 juta kepada Supyadi sebagai ajakan untuk introspeksi diri.
“Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal etika profesi. Kalau memang ingin membuktikan siapa yang lebih mumpuni, saya tantang Supyadi untuk debat hukum terbuka. Tentukan temanya, siapkan forumnya, dan biarkan publik yang menilai. Itu jauh lebih edukatif daripada sekadar pamer kemenangan,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Sulaisi menyampaikan sindiran sekaligus saran:
“Kalau boleh saya beri saran, jadilah pengacara yang baik, berintegritas, dan bertanggung jawab. Karena kemenangan bisa dibeli, tapi integritas? Itu tak ternilai,” tutupnya.