Situbondo, detik1.com – LSM LPK Tapal kuda menyayangkan sikap Komisi III DPRD Situbondo terkait pengawasan terhadap kinerja birokrasi Pemerintah Kabupaten Situbondo. Seharusnya lebih difokuskan kepada syarat dukungan tambang yang bersangkutan. Nyatanya, saat melakukan hearing bersama OPD terkait, hanya fokus kepada sinkronisasi jumlah data tambang legal. Jumat, 23 September 2022.
Komisi III seolah tidak pernah mencari solusi tentang bagaimana pendapatan dari pajak tambang ini meningkat. Salah satu pemicu diduga adalah syarat dukungan tambang yang digunakan kontraktor tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Deni Rico Juang Putra Wibowo selaku Ketua LSM LPK Tapal Kuda mengatakan bahwa Komisi III DPRD Situbondo seharusnya tidak hanya fokus terhadap sinkronisasi data penambang legal, namun juga mempunyai kewenangan untuk mengawasi kinerja birokrasi dan juga harus lebih aktif untuk menelusuri syarat dukungan tambang yang digunakan oleh kontraktor untuk pekerjaan infrastruktur Pemerintah.
“Padahal kalau semua syarat dukungan tambang yang digunakan oleh Kontraktor yang melakukan pekerjaan Pemerintah semua menggunakan tambang legal, ini akan mempermudah untuk menghitung pendapatan pajaknya,” urai Deni.
“Pasalnya syarat dukungan yang digunakan oleh beberapa Kontraktor selama ini diduga masih ada yang menggunakan dukungan penambang ilegal. Kalau ini terus dibiarkan, jelas-jelas akan merugikan terhadap potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Situbondo, khususnya dari sektor pajak tambang,” jelas pria tambun itu.
Menurut Deni, permasalahan tersebut kalau terus dibiarkan, selain berdampak terhadap masalah hukum, juga berdampak terhadap lingkungan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Contohnya dari sektor pajak. Ketika kontraktor banyak yang menggunakan barang ilegal, maka daerah jelas jelas akan dirugikan, karena secara otomatis pajaknya tidak akan membayar.
Lebih lanjut Deni juga mengatakan bahwa ketika para kontraktor semuanya menggunakan material tambang legal, maka akan lebih bagi Pemerintah untuk menghitung pendapatan dari sektor pajak.
“Kontraktor yang bekerja di infrastruktur Pemerintah sebenarnya semua sudah mengetahui jumlah material tambang yang dibutuhkan, sehingga Bapenda hanya tinggal menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, material tambangnya itu mengambil dari mana,” ungkapnya.
“Setelah itu Bapenda tinggal mentotal jumlah material tambang yang dibutuhkan dari masing masing kontraktor untuk menentukan pajaknya. Artinya Bapenda hanya tinggal mengalikan dengan 5 ribu rupiah perkubiknya. Kalau ini dilakukan saya optimis pendapatan pajak dari tambang akan maksimal,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait hal tersebut, H. Badri, Anggota Komisi III DPRD, H. Badri mengatakan bahwa hal tersebut merupakan tugas pengawasan yang melekat sebagai DPRD. Sebagai langkah awal untuk menertibkan legalitas sebuah usaha, khususnya pertambangan.
“Sinkronisasi ini sangat penting untuk mengetahui usaha pertambangan yang legal dan ilegal yang beroperasi di Kabupaten Situbondo, baik itu yang perorangan atau badan usaha, termasuk yang masih baru keluar IUP Eksplorasinya,” jelasnya.
‘Data tersebut nantinya digunakan sebagai data legal, khususnya pada Bapenda sebagai OPD yang berkompeten dalam penarikan pajak dan retribusi. Sebab, potensi pendapatan pajak dari sektor tambang ini sangat luar biasa,” sambungnya.
Lebih lanjut, H. Badri mengungkapkan, Pemerintah daerah melalui Bapenda seharusnya mempunyai inovasi atau cara untuk menggarap potensi PAD ini. Dalam setiap rapat badan anggaran, saya selalu bersuara untuk menggarap potensi pajak tambang ini. Apalagi sesuai UU No.1 tahun 2022 tentang HKPD sudah di atur dengan jelas pada pasal 74 bahwa pajak dari sektor ini cukup besar, yaitu 20%,” pungkas H. Badri.
(Hamzah/Tim)