detik1.co.id // Pemilihan umum adalah inti dari demokrasi di mana warga negara berhak memilih pemimpin yang akan mewakili kepentingan mereka di tingkat pemerintahan. Namun, kepercayaan publik terhadap proses ini sering kali terganggu oleh keberadaan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang memihak salah satu calon legislatif. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena merusak integritas pemilihan dan mengancam kepercayaan masyarakat pada proses demokratis.
PPS adalah lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilihan umum di tingkat kecamatan, sementara KPPS merupakan kelompok yang berperan dalam proses pemungutan suara di tingkat TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Kedua lembaga ini seharusnya netral dan berkomitmen untuk memastikan proses pemilihan berjalan dengan adil dan transparan. Namun, dalam banyak kasus, ada laporan bahwa anggota PPS dan KPPS terlibat dalam politik praktis dengan memihak salah satu calon legislatif.
Keberpihakan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari penyelenggaraan pemungutan suara yang tidak adil, penolakan pemilih yang diduga tidak mendukung calon yang diinginkan, hingga manipulasi hasil pemungutan suara. Tindakan ini tidak hanya melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga merusak integritas pemilihan umum secara keseluruhan.
Dampak dari keterlibatan PPS dan KPPS yang memihak salah satu calon legislatif tentu sangat merugikan bagi proses demokrasi. Pertama, hal itu mengurangi legitimasi hasil pemilihan, karena pemilih akan merasa bahwa proses tersebut tidak adil dan terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu. Kedua, hal ini dapat menghasilkan konflik dan ketegangan sosial di masyarakat, karena pihak yang merasa dirugikan cenderung merasa tidak puas dan meragukan keabsahan pemerintahan yang terpilih.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret. Pertama-tama, perlu penegakan hukum yang tegas terhadap anggota PPS dan KPPS yang terlibat dalam keberpihakan politik. Sanksi yang berat harus diberlakukan sebagai sinyal keras bahwa tindakan tersebut tidak akan ditoleransi dalam proses demokrasi. Selain itu, perlu peningkatan pengawasan dan transparansi dalam proses pemilihan, termasuk penggunaan teknologi untuk memastikan integritas pemungutan suara.
Dalam jangka panjang, pendidikan politik juga perlu ditingkatkan, baik bagi anggota PPS dan KPPS maupun bagi masyarakat umum. Mereka perlu memahami pentingnya netralitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilihan umum, serta hak dan kewajiban dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan PPS dan KPPS dapat kembali menjadi lembaga yang dapat dipercaya dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Hanya dengan memastikan proses pemilihan yang adil dan transparan, kita dapat membangun fondasi yang kuat bagi demokrasi yang sehat dan berkelanjutan.
Penulis: Benny Hartono Pimpinan Redaksi Media DetikOne