Jakarta, detik1.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis penelusuran sementara terkait peristiwa perempuan berpistol yang coba terobos Istana Merdeka pada Selasa, 25 Oktober 2022. BNPT mengklaim perempuan tersebut merupakan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI.
“Ia juga diketahui sering memposting propaganda khilafah melalui akun media sosialnya,” kata Direktur Pencegahan BNPT R Ahmad Nurwakhid, dilansir oleh Tempo, Selasa, (25/10/2022).
Disisi lain, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyebut aksi perempuan tersebut bukan lah aksi teror. “Bukan teror, jangan berandai-andai,” kata Fadil di Polda Metro Jaya, dilansir CNN Indonesia, Selasa (25/10/2022).

Menanggapi berita tersebut, Pengamat Terorisme & Direktur The Community of Ideological Islamict Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menyatakan, Secara pribadi, dan sebagai pengamat terorisme sebenarnya sangat malas untuk mengomentari kasus ini. Tapi gregetan juga membaca, mendengar narasi yang over dan terkesan serempak digaungkan oleh media dengan sumber utama orang yang mbaurekso KSP dan jejaringnya. Saya cuma ingin berkomentar sebagai berikut:
1. Dari gesture nya Itu sosok pribadi yang punya problem kejiwaan. Perlu pemeriksaan psikologis. Bisa saja dia itu “Mainan”atau seperti di jadikan alat simulasi oleh pihak tertentu terkait dengan isu keamanan.
2. Tindakan yang ia lakukan bukanlah ancaman yang serius dan mengkawatirkan. Dengan pistol rakitan, yang entah amunisinya itu bisa ditembakkan atau tidak juga sangat meragukan. Jadi tidak perlu dibesar-besarkan dan membangun narasi yang tidak proporsional sama sekali.
3. Kalau di munculkan isu ISIS di balik tindakan itu, menurut saya narasi tersebut sudah kadaluwarsa. Atau kalau tidak mempan akan dipaksakan framing kaitannya dengan kelompok yang dianggap radikal.
4. Lucu, Momentumnya bertepatan paska kepala KSP moeldoko bicara soal isu radikalisme dan di pulau Bali jelang agenda KTT G-20.
Sementara di sisi lain realita yang sedang terjadi; Indonesia dihadapkan ancaman-ancaman yang lebih serius baik aspek keamanan (teroris separatis OPM, ancaman perang cyber), hukum (aparat penegak hukum yang hancur integritasnya), maupun ekonomi (ancaman resesi) dan itu semua lebih serius dan berat dibanding kasus wanita yang melintas (sekali lagi; “bukan menerobos”) arah ring 1 kawasan istana merdeka dengan tujuan yang tidak jelas. Mari kita waras mengeja realita.
(Red)