Situbondo, detik1.co.id // Tuntutan hidup Manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya tidak terlepas dengan Uang, apalagi bagi mereka yang bernafsu hidup ingin kaya raya serba mewah dengan bergelimang harta, tentunya membutuhkan banyak uang untuk memenuhi hasrat hidupnya. uang digadang-gadang merupakan sumber kehidupan bagaimana tidak! Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dengan yang namanya uang, “uang memang tidak dibawa mati tapi tanpa uang hidup ini serasa mati “(slogan masyarakat).
Sehingga sebagian masyarakat dalam Mencari uang banyak menghalalkan segala cara tidak perduli dengan jalan Negatif atau positif, tidak peduli halal haram yang penting mendapat uang banyak walau harus melanggar hukum Agama atau peraturan perundang-undangan. Mereka tidak peduli langkah yang ditempuhnya harus berakhir di balik jeruji besi.
Baru-baru ini kita dihebohkan oleh kasus yang bermodus penggadaan uang yang dilakukan Slamet Tohari (45), dukun di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Penggandaan uang yang dilakukannya merupakan modus dengan menunjukkan kemampuan kekuatan gaib kepada calon pengikutnya bahwa uang setiap calon nantrinya dapat berkembang dengan sarat menyetorkan sejumlah uang yang nantinya uang yang disetorkan itu diyakinkan kepada calon pengikutnya akan dilipatgandakan menjadi 5 milyar secara gaib dalam jangka waktu yang singkat.
Akan tetapi jahatnya pelaku dari hasil uang setoran calon pengikutnya menurut dari hasil pemeriksaan yang berkisar 10jt hingga 70jt, digunakan oleh tersangka untuk melunasi utang pribadinya.
Lebih kejamnya lagi aksi penggandaan uang yang dilakukan oleh dukun slamet Tohari, membuat sejumlah pengikutnya harus berujung maut.
Menurut keterangan Kapolres Banjarnegara AKBP HENDRI YULIANTO (dilansir dari METRO TV) menegaskan tentang motif yang dilakukan tersangka sampai melakukan langkah yang sangat kejam menghabisi nyawa korbannya berawal dari rasa takut tentang perbuatannya dilaporkan ke Polisi.
“motif dari tersangka karena atas dasar kesal ditagih hasil penggandaan uang yang tak kunjung ada hasilnya sejak tahun 2020 sampai sekarang,dan merasa takut aksinya dilaporkan ke pihak kepolisian sehingga tersangka membunuh korban dengan cara meracuninya” jelas Hendri Yulianto.

Masih AKBP HENDRI YULIANTO ” diketahui bahwa tersangka memulai aksinya dari tahun 2020 yang dibantu oleh tersangka yang berinisial (BS) sebagai informan dan diketahui jumlah korban saat ini 12 orang yang ditemukan, namun masih dilakukan pencarian oleh penyidik guna mencari korban selanjutnya. Karena sesuai pengakuan tersangka sebelumnya bahwa hanya membunuh 10 orang, namun setelah dilakukan penyidikan lebih lanjut ternyata bertambah menjadi 12 orang korban yang juga berasal dari luar banjarnegara” terangnya.
Dari apa yang dilakukan oleh tersangka dimungkinkan akan terjerat pasal berlapis baik dalam KUHP maupun diluar KUHP:
1. UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan Atas UU No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan
Pasal 46 ayat (1)
Yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnyaRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).”
2. pasal 378 KUHP
– 378 KUHP
“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau kedaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”
Dari penjelasan pasal diatas memuat beberapa unsur:
– Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.
– Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
– Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan).
3. Pasal 340 subsidair 338 KUHP.
-338 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”
-340 KUHP
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
Perbedaan antara kedua tindak pidana di atas terletak pada unsur-unsurnya.” Tindak pidana pembunuhan terwujud/terjadi oleh adanya kehendak atau niat membunuh dan pelaksanaannya secara bersama, Dengan kata lain, antara timbulnya kehendak
membunuh dengan pelaksanaannya menjadi satu kesatuan.
Sedangkan tindak pidana pembunuhan berencana terwujud/terjadi diawali dengan rencana terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pembunuhan,
seperti pelaku memikirkan perbuatan yang akan dilakukan dengan tenang, adanya tenggang waktu antara timbulnya kehendak sampai pelaksanaan kehendak.
menentukan tindak pidana pembunuhan atau tindak pidana pembunuhan berencana tidak mudah, karena keduanya memiliki diferensiasi atau perbedaan yang sangat tipis. Demikian juga menentukan adanya unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana bukan pekerjaan
yang mudah.
Hakim dalam mempertimbangkan pembunuhan berencana erat hubunganya dengan nasib seseorang, apakah pidana mati, seumur hidup atau pidana 20 tahun.
Oleh karena itu membutuhkan kecermatan seorang hakim dalam menganalisis, menelaah, mempertimbangkan dan memutuskan suatu perkara pembunuhan berencana, apakah sudah memenuhi unsur berencana apa tidak, bagaimanapun hakim merupakan wakil tuhan.Sementara sebagian sudut pandang hakim melihat berencana bertumpu pada adanya jarak waktu tertentu antara adanya kehendak sampai pelaksanaan kehendak.
Perlu diketahui juga meskipun pembunuhan berencana dalam pasal (340 KUHP) terdapat klausul (berencana ) klausul tersebut bukan untuk ditujukan untuk adanya suatu motif namun untuk pemberatan pidana.
meskipun dalam prakteknya terdapat tenggang waktu yang direncanakan oleh pelaku, untuk melakukan perbuatannya tidak selalu dilatarbelakangi oleh adanya motif dari pelaku, bisa saja tanpa motif. Mengingat dalam hukum pidana terdapat teori Dolus Indeterminatus yaitu” kesengajaan yang ditujukan kepada semua orang tanpa suatu kejelasan” tentu untuk membuktikan semua ini tidaklah mudah bagi seorang hakim, oleh karena itu dalam tafsiran ilmu hukum terdapat (Interpretasi Multidisipliner) “penafsiran perkara yang membutuhkan ilmu di luar ilmu hukum” biasanya hakim akan mendatangkan ahli atau pakar mengenai perkara yg ditanganinya, misal dalam kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh seorang psikopat maka hakim bisa mendatangkan ahli kejiwaan atau psikolog untuk mengetahui kondisi kejiwaanya.
Penulis: Aditya prasetyo (FH Unars situbondo)