Situbondo, detik1.co.id // Menjelang bulan suci Ramadhan, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), HM. Nasim Khan, mendesak pemerintah untuk segera menurunkan harga Minyakita di pasaran. Pasalnya, sudah hampir delapan bulan harga Minyakita tetap di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter. Pada pekan ketiga Januari 2025, Minyakita tercatat dijual dengan harga Rp 17.502 per liter.
“Kebutuhan minyak goreng biasanya meningkat selama bulan Ramadhan. Jika harga Minyakita masih di atas HET, hal ini akan semakin membebani masyarakat. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah segera mengatasi masalah ini,” ujar Nasim Khan melalui sambungan telepon, Jumat (24/01/2025).
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi, Nasim Khan mengungkapkan bahwa berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 23 Januari 2025, harga rata-rata nasional Minyakita mencapai Rp 17.400 per liter. Sejak Juni 2024, harga Minyakita telah meningkat sebesar 7,41 persen.
“Kenaikan harga Minyakita ini terjadi tidak hanya di daerah-daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” tambahnya.
Dalam kunjungan resesnya ke daerah pemilihan Jawa Timur III, Nasim Khan meninjau langsung pasar-pasar tradisional dan berdialog dengan para penjual serta pembeli Minyakita. “Banyak yang mengeluhkan harga Minyakita yang masih tinggi, bahkan mencapai Rp 19 ribu per liter,” jelas Nasim Khan.
Ia menegaskan bahwa harga Minyakita seharusnya mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, yang menetapkan batas harga eceran di pasaran.
“Pemerintah harus segera melakukan inspeksi harga mulai dari distributor hingga ke toko kelontong. Semua pihak terkait harus duduk bersama untuk membahas penyebab tingginya harga Minyakita,” tegasnya.
Nasim Khan juga menyampaikan bahwa pekan depan Komisi VI DPR akan memanggil Kementerian Perdagangan dalam rapat dengar pendapat untuk mencari tahu akar masalahnya. “Apakah ini terkait proses distribusi, regulasi, atau faktor lain? Saya berharap pembahasan ini menghasilkan solusi yang jelas,” tutup pria asal Asembagus ini.