Situbondo, detik1.co.id // Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Dana Insentif Desa (DID), Bantuan Keuangan Khusus (BKK), dan Pagu Tambahan di sejumlah desa di Kabupaten Situbondo menjadi sorotan. Dana yang telah dicairkan pada tahun 2024 itu ternyata pengerjaannya belum selesai hingga memasuki tahun anggaran baru 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Arjuna News bersama Lintas Lembaga, rata-rata desa di Situbondo menerima alokasi DID dan BKK sekitar Rp50 juta hingga Rp100 juta, tergantung pada kebutuhan dan perencanaan masing-masing desa. Selain itu, terdapat pagu tambahan dengan nilai mencapai Rp3 miliar lebih, yang pengelolaannya dinilai tidak transparan dan kurang jelas.
Beberapa kegiatan yang dibiayai dari dana tersebut antara lain perbaikan pendopo balai desa, rehabilitasi kantor desa, pembangunan pavingisasi, tembok penahan tanah (TPT), drainase, serta proyek fisik lainnya. Namun, sejumlah desa penerima dana ini belum merealisasikan proyek yang direncanakan sama sekali.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Situbondo sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pengawasan dana desa dinilai tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal. Ketidaktransparanan pengelolaan dana ini menimbulkan kecurigaan bahwa anggaran hanya dijadikan “bancakan”.
Dilansir dari Tim Arjuna News saat mencoba meminta klarifikasi kepada Kepala DPMD Situbondo, Suryanto, pegawai dinas menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak berada di kantor. Namun, pantauan di lapangan menunjukkan Suryanto keluar dari kantornya sekitar satu jam kemudian, langsung menuju mobil dinasnya dan pergi.
Aka, pendiri LSM Koreksi dan Media Arjuna News, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Kepala DPMD Situbondo yang terkesan menghindari wartawan.
“Saya sangat menyayangkan hal ini. Saya bersama rekan-rekan lintas lembaga ingin mengklarifikasi, tapi tidak bisa bertemu Kadisnya,” ujar Aka pada Senin (6/1/2025).
“Padahal, Kadis ada di kantornya. Setelah pegawainya bilang tidak ada, tidak lama dia keluar kantor dan pergi. Ini seperti sengaja menghindar. Kalau memang ada hal yang perlu dikonfirmasi, kenapa takut bertemu wartawan?” tegasnya.
Aka menambahkan bahwa pejabat publik seperti Kepala DPMD semestinya menghargai profesi wartawan. “Kalau begini terus, apa yang harus kami lakukan? Jelas ada yang tidak beres. Kalau memang tidak mampu menjalankan tugasnya, copot saja jabatan seperti ini,” geramnya.
Sebagai pendiri LSM Koreksi, Aka menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal dugaan penyimpangan terkait dana desa. “Kami tidak segan melaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika ditemukan pelanggaran atau keterlibatan pihak tertentu,” jelasnya.
Ia berharap langkah investigasi ini menjadi pembelajaran penting agar pengelolaan dana desa di Situbondo lebih transparan di masa mendatang. Aka juga menekankan pentingnya pejabat publik bersikap terbuka terhadap media.
“Transparansi harus menjadi prinsip utama, baik dalam pengelolaan anggaran maupun dalam hubungan dengan publik, termasuk media,” tutupnya.