Rindu Kampung Halaman: Kisah Seorang Anak Kepulauan

Rindu Kampung Halaman: Kisah Seorang Anak Kepulauan

Doc.Foto Ilustrasi Anak Rantau

detik1.co.id //Di sebuah kepulauan kecil diujung paling timur hiduplah seorang anak bernama Hasim, Kepulauan itu adalah tempat di mana ia tumbuh besar, bermain, dan mengenal dunia untuk pertama kalinya. Kehidupan di sana sangat sederhana. Penduduknya hidup dari laut, menebar jala di pagi hari, dan menikmati senja di tepi pantai. Rumah-rumah panggung dari kayu berjajar rapi, dikelilingi oleh pohon kelapa yang melambai-lambai diterpa angin laut.

Namun, kehidupan tak selalu berjalan mulus. Saat Hasim berusia 15 tahun, ia harus meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan pendidikan ke kota besar. Dengan berat hati, ia menaiki kapal feri yang membawanya jauh dari suara deburan ombak dan aroma asin laut yang sudah menjadi bagian hidupnya.

Di kota besar, Hasim menjalani kehidupannya yang baru. Gedung-gedung tinggi menggantikan pemandangan laut biru, dan suara kendaraan bermotor menggantikan kicauan burung camar. Meskipun banyak hal yang membuatnya terpesona, hatinya selalu merasa ada yang kurang.

Setiap malam, ia duduk di kamar kosnya yang sempit sambil memandang foto keluarganya di layar ponsel. Ia rindu suara tawa teman-temannya yang biasa bermain di pantai, rindu makan ikan bakar segar bersama keluarga, dan rindu wangi tanah basah setelah hujan.

Suatu hari, Hasim memutuskan untuk menulis surat kepada kampung halamannya. Ia menuliskan segala kerinduan yang ia rasakan:
“Laut biru, bagaimana kabarmu? Apakah kau masih setenang dulu? Pohon kelapa di tepi pantai, apakah daunmu masih menari diiringi angin sore? Aku rindu berjalan di pasir putihmu, rindu mendengar cerita ayah tentang legenda pulau kita.”

Surat itu ia simpan di buku hariannya, berharap suatu saat ia bisa kembali dan menyampaikan surat itu langsung ke laut yang selalu menunggunya.

Waktu berlalu, dan akhirnya Hasim berhasil menyelesaikan pendidikannya. Dengan tekad yang kuat, ia kembali ke kampung halamannya. Saat kapal yang ia naiki mulai mendekati pelabuhan kecil, matanya berkaca-kaca melihat pemandangan yang begitu ia rindukan.

Semua kenangan masa kecilnya seolah hadir kembali. Ia berlari ke pelukan ibunya, mencium aroma masakan rumah, dan mendengar suara ombak yang sudah lama tak ia dengar.

Kini, Hasim bertekad untuk membangun kampung halamannya. Ia ingin berbagi ilmu dan pengalaman yang ia dapatkan di kota untuk membantu masyarakat pulau menjadi lebih sejahtera, tanpa kehilangan jati diri mereka sebagai anak laut.

Akhirnya, Hasim menyadari bahwa meskipun dunia luar menawarkan banyak hal baru, rumah sejati selalu ada di tempat di mana hati merasa tenang—kampung halaman yang ia cintai.

Artikel: Oleh Benny Hartono Pimpinan Redaksi Media DetikOne

error: