detik1.co.id // Di sebuah kecamatan yang terletak di ujung paling timur negeri ini, terdapat kisah seorang camatyang dikenal oleh warganya sebagai sosok yang sombong dan sok paling benar. Camat ini, yang baru menjabat selama beberapa bulan, merasa dirinya adalah pemimpin yang paling berpengalaman dan paham segala hal.
Dari luar, penampilannya terlihat berwibawa dan tegas. Namun, di balik itu semua, ia sering kali menganggap remeh pendapat orang lain. Ketika ada rapat desa atau pertemuan dengan warga, ia selalu mendominasi pembicaraan, memaksakan pandangannya, dan jarang sekali mendengarkan masukan dari orang lain. Setiap kali ada seseorang yang mencoba memberikan saran atau pandangan yang berbeda, camat ini akan segera memotong pembicaraan dan dengan nada tinggi menegaskan bahwa hanya pendapatnyalah yang benar.
Kekuasaan yang dimilikinya membuatnya merasa superior. Ia sering kali menggunakan jabatannya untuk mengambil keputusan sepihak tanpa konsultasi dengan pihak terkait. Warga mulai merasa kesal, namun banyak yang takut untuk berbicara karena khawatir akan mendapatkan balasan dari camat tersebut.
Suatu hari, masalah besar terjadi di kecamatan itu, yang mana si Camat yang mendapat bantuan dana dari sebuah perusahaan untuk di berikan kepada masyarakat. Namun, karena sifat si camat yang merasa paling tahu segala, ia memutuskan untuk memberikan bantuan tersebut tanpa berkoordinasi dengan perangkat desa atau warga setempat. Akibatnya, distribusi bantuan dari perusahaan tersebut menjadi kacau balau dan banyak yang sangat membutuhkan justru tidak mendapatkan.
Kemarahan warga pun memuncak. Mereka akhirnya berani bersuara dan menyampaikan keluhan mereka ke pemerintah kabupaten. Seorang pejabat dari kabupaten pun datang untuk menyelidiki situasi. Setelah mendengar keluhan warga dan melihat sendiri ketidakmampuan camat dalam mengelola bantuan, pejabat tersebut memutuskan untuk memindahkan camat tersebut dari jabatannya.
Setelah kepergian camat tersebut, warga kecamatan mulai merasa lega. Mereka berharap pemimpin yang baru akan lebih terbuka, bijaksana, dan mau mendengarkan aspirasi rakyatnya. Kisah ini menjadi pelajaran bagi banyak orang, bahwa kesombongan dan sikap merasa paling benar tidak akan membawa kebaikan, terutama dalam memimpin dan melayani masyarakat.
Begitulah kisah seorang camat yang sombong dan sok paling benar, yang pada akhirnya harus menanggung akibat dari sifatnya sendiri. Ini menjadi pengingat bagi semua pemimpin bahwa keadilan, kerendahan hati, dan kemampuan mendengarkan adalah kunci utama dalam menjalankan amanah dengan baik.
Penulis Artikel: Benny Hartono Pimpinan Redaksi Media DetikOne