Situbondo, detik1.co.id // Keputusan Satuan Reserse Narkoba (Sat Narkoba) Polres Situbondo untuk membebaskan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Sumberanyar, HF, dalam kasus narkoba dengan barang bukti di bawah 1 gram, menuai protes keras dari warga.
Pasalnya, selain HF, terdapat tersangka lain dalam kasus serupa, yaitu DR, yang juga ditangkap dengan barang bukti di bawah 1 gram. Namun, berbeda dengan HF yang langsung dikeluarkan dan menjalani rehabilitasi, DR justru tetap diproses hukum dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Situbondo.
Saat dikonfirmasi, Kasat Narkoba Polres Situbondo, AKP Moh. Lutfi, SH., menjelaskan bahwa berdasarkan hasil gelar perkara, HF direkomendasikan untuk rehabilitasi sehingga langsung dibebaskan. Sementara itu, DR disebut akan menjalani rehabilitasi di bawah kewenangan kejaksaan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa DR masih berada dalam tahanan, memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat.
HF sendiri sebelumnya ditangkap oleh Polsek Mlandingan pada Senin, 20 Januari 2025. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, tepatnya Jumat, 7 Februari 2025, ia sudah bebas setelah menjalani asesmen dari Tim Asesmen Terpadu (TAT). Media yang mengawal kasus ini mengonfirmasi bahwa HF dan dua tersangka lainnya kini telah bebas dan tidak lagi berada dalam tahanan.
Menurut Kasat Narkoba Polres Situbondo, ketiganya hanya berstatus pengguna dengan barang bukti di bawah 1 gram, sehingga sesuai prosedur hukum yang berlaku, mereka direkomendasikan untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Namun, keputusan ini justru menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Warga mempertanyakan apakah pembebasan HF benar-benar berdasarkan prosedur hukum atau justru dipengaruhi oleh jabatannya sebagai Plt Kepala Desa. Mereka menduga adanya perlakuan istimewa dalam proses hukum yang dijalani HF dibandingkan dengan masyarakat biasa yang mengalami kasus serupa.
“Kami tidak menolak jika prosedurnya benar, tapi pertanyaannya, apakah kalau warga biasa yang terkena kasus narkoba akan mendapatkan perlakuan yang sama? Kami ingin kejelasan!” ujar Supyadi.
Ketidakpuasan warga mencerminkan keresahan terhadap sistem hukum yang dinilai masih tebang pilih. Mereka menuntut transparansi dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari kepolisian terkait desakan warga yang meminta kejelasan atas perbedaan perlakuan terhadap HF dan DR.
Kasus ini menjadi sorotan karena berpotensi menjadi preseden buruk dalam pemberantasan narkoba. Warga khawatir jika pejabat publik yang terjerat kasus narkoba justru mendapat perlakuan istimewa dibandingkan masyarakat biasa. Jika tidak ada kejelasan dari pihak berwenang, warga berencana menggelar aksi protes sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap penegakan hukum yang dinilai tidak adil.